Kekristenan

brionv - CC BY-SA 2.0 Eric Pouhier - CC BY-SA 2.5 sanil - CC0 Wolfgang Staudt - CC BY 2.0 Commonists - CC BY-SA 4.0 SBA73 from Sabadell, Catalunya - CC BY-SA 2.0 John Samuel - CC BY-SA 4.0 Mikipons - CC BY-SA 3.0 es Emilio Rubio Villanueva - CC BY-SA 4.0 Thomas Ledl - CC BY-SA 4.0 HOWI - Horsch, Willy - CC BY-SA 3.0 Monika Towiańska - CC BY-SA 4.0 David Jiménez Llanes - CC BY-SA 3.0 Starlight - Public domain 投稿者本人 - CC BY 3.0 SBA73 from Sabadell, Catalunya - CC BY-SA 2.0 Maurizio Moro5153 - CC BY-SA 4.0 lienyuan lee - CC BY 3.0 Dicklyon - CC BY-SA 4.0 Cruccone - CC BY-SA 3.0 es Jl FilpoC - CC BY 3.0 Commonists - CC BY-SA 4.0 Dicklyon - CC BY-SA 4.0 Colores Mari from Bogotá, Colombia - CC BY-SA 2.0 SBA73 from Sabadell, Catalunya - CC BY-SA 2.0 Alicudi - CC BY-SA 3.0 Starlight - Public domain SBA73 from Sabadell, Catalunya - CC BY-SA 2.0 Xanella22 - CC BY-SA 4.0 xiquinhosilva from Cacau - CC BY 2.0 Roger - CC BY-SA 1.0 Starlight - Public domain Commonists - CC BY-SA 4.0 Mikipons - CC BY-SA 3.0 es Colores Mari from Bogotá, Colombia - CC BY-SA 2.0 Ingo Mehling - CC BY-SA 3.0 Emilio Rubio Villanueva - CC BY-SA 4.0 Gerd Eichmann - CC BY-SA 4.0 GJ Bulte - CC BY-SA 3.0 Monika Towiańska - CC BY-SA 4.0 Pedro Lastra peterlaster - CC0 Trougnouf (Benoit Brummer) - CC BY 4.0 Nheyob - CC BY-SA 3.0 Kwasura - CC BY-SA 3.0 David Álvarez López - CC BY 2.0 Maurizio Moro5153 - CC BY-SA 4.0 SBA73 from Sabadell, Catalunya - CC BY-SA 2.0 SBA73 from Sabadell, Catalunya - CC BY-SA 2.0 Starlight - Public domain Didier B (Sam67fr) - CC BY-SA 2.5 Kwasura - CC BY-SA 3.0 sanil - CC0 Jean-Pol GRANDMONT - CC BY 4.0 Dicklyon - CC BY-SA 4.0 Neil Ward - CC BY 2.0 Colores Mari from Bogotá, Colombia - CC BY-SA 2.0 Niels Elgaard Larsen - (WT-en) Elgaard at English Wikivoyage - CC BY-SA 4.0 No images

Context of Kekristenan

Kekristenan adalah agama Abrahamik monoteistik berasaskan riwayat hidup dan ajaran Yesus Kristus, yang merupakan inti sari agama ini. Agama Kristen adalah agama terbesar di dunia, dengan lebih dari 2,5 miliar pemeluk, atau sekitar 2,6 miliar jiwa atau hampir sepertiga dari populasi dunia, yang disebut "umat Kristen". Umat Kristen percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah dan Juru Selamat umat manusia yang datang sebagai Mesias sebagaimana dinubuatkan dalam Alkitab Perjanjian Lama.

Teologi Kristen terangkum dalam pengakuan-pengakuan seperti Pengakuan Para Rasul dan Pengakuan Nikea. Pengakuan-pengakuan iman ini berisi pernyataan bahwa Yesus telah menderita, wafat, dimakamkan, turun ke alam maut, dan bangkit dari maut, untuk mengaruniakan kehidupan kekal kepada siapa saja yang percaya kepadanya dan mengandalkannya demi beroleh pengampunan atas dosa-dosa yang telah mereka perbuat. Pengakuan-pengak...Selengkapnya

Kekristenan adalah agama Abrahamik monoteistik berasaskan riwayat hidup dan ajaran Yesus Kristus, yang merupakan inti sari agama ini. Agama Kristen adalah agama terbesar di dunia, dengan lebih dari 2,5 miliar pemeluk, atau sekitar 2,6 miliar jiwa atau hampir sepertiga dari populasi dunia, yang disebut "umat Kristen". Umat Kristen percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah dan Juru Selamat umat manusia yang datang sebagai Mesias sebagaimana dinubuatkan dalam Alkitab Perjanjian Lama.

Teologi Kristen terangkum dalam pengakuan-pengakuan seperti Pengakuan Para Rasul dan Pengakuan Nikea. Pengakuan-pengakuan iman ini berisi pernyataan bahwa Yesus telah menderita, wafat, dimakamkan, turun ke alam maut, dan bangkit dari maut, untuk mengaruniakan kehidupan kekal kepada siapa saja yang percaya kepadanya dan mengandalkannya demi beroleh pengampunan atas dosa-dosa yang telah mereka perbuat. Pengakuan-pengakuan ini juga menyatakan bahwa Yesus secara jasmani naik ke surga, tempat ia memerintah bersama Allah Bapa dalam persekutuan Roh Kudus, dan bahwa ia kelak datang kembali untuk menghakimi orang-orang hidup dan orang-orang mati, serta mengaruniakan kehidupan kekal bagi para pengikutnya. Inkarnasi, karya pelayanan, penyaliban, dan kebangkitannya sering kali disebut "Injil", yang berarti "kabar baik". Injil juga berarti catatan-catatan riwayat hidup dan ajaran Yesus, empat di antaranya—Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas, dan Injil Yohanes—dianggap kanonik (sahih) dan dijadikan bagian dari Alkitab Kristen.

Agama Kristen adalah agama Abrahamik yang bermula sebagai sebuah sekte dari agama Yahudi era Kenisah kedua pada pertengahan abad pertama tarikh Masehi. Sekte ini berasal dari Yudea, kemudian menyebar dengan pesat ke Eropa, Syam, Mesopotamia, Anatolia, Transkaukasia, Mesir, Etiopia, serta India, dan pada akhir abad ke-4 telah menjadi agama resmi Kekaisaran Romawi. Sesudah Abad Penjelajahan, agama Kristen menyebar pula ke Benua Amerika, Australasia, Afrika Sub-Sahara, dan ke segenap penjuru dunia melalui karya misi dan kolonialisme. Agama Kristen telah berperan besar dalam pembentukan Peradaban Dunia Barat.

Sepanjang sejarahnya, agama Kristen telah mengalami skisma dan sengketa teologi yang memunculkan bermacam-macam gereja dan denominasi. Tiga cabang agama Kristen yang terbesar di dunia adalah Gereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur, dan rumpun besar denominasi Kristen Protestan. Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur saling memutuskan hubungan persekutuan dalam peristiwa Skisma Timur–Barat pada 1054, sementara rumpun Kristen Protestan muncul pada zaman reformasi abad ke-16 sebagai pecahan dari Gereja Katolik.

More about Kekristenan

Riwayat
  • Gereja perdana dan konsili-konsili kristologi
     
    Kapel Santo Ananias, Damaskus, Suriah, salah satu rumah ibadat Kristen tertua; dibangun...Selengkapnya
    Gereja perdana dan konsili-konsili kristologi
     
    Kapel Santo Ananias, Damaskus, Suriah, salah satu rumah ibadat Kristen tertua; dibangun pada abad pertama tarikh Masehi.
     
    Salah satu lambang lingkaran iktys tertua, lambang ini terbentuk dari gabungan aksara Yunani ΙΧΘΥΣ sehingga membentuk gambar roda. Efesus, Asia Kecil.
     
    Lembah Kadisya, Lebanon, lokasi sejumlah biara Kristen tertua di dunia

    Agam Kristen bermula sebagai sebuah sekte agama Yahudi di kawasan Syam, Timur Tengah, pada pertengahan abad pertama tarikh Masehi. Selain agama Yahudi era kenisah kedua, keyakinan-keyakinan besar yang turut mempengaruhi agama Kristen perdana adalah agama Majusi dan ajaran-ajaran Gnostik.[note 1][1][2][3] John Bowker berpendapat bahwa gagasan-gagasan Kristen seperti "para malaikat, kiamat, pengadilan terakhir, kebangkitan, serta surga dan neraka mendapatkan bentuk dan maknanya dari ... kepercayaan-kepercayaan agama Majusi".[4] Agama Kristen mula-mula bertumbuh di bawah kepemimpinan kedua belas rasul, khususnya Petrus dan Paulus, yang dilanjutkan oleh para uskup[note 2] perdana yang dihormati oleh umat Kristen selaku pengganti para rasul.

    Menurut Kitab Suci agama Kristen, umat Kristen sejak semula telah ditindas oleh sejumlah pemuka agama Yahudi dan Romawi, yang tidak setuju dengan ajaran-ajaran para rasul (baca Perpecahan Gereja Perdana dan Yudaisme). Penindasan ini juga dilakukan melalui pemberian berbagai macam hukuman, termasuk hukuman mati, kepada umat Kristen, seperti yang dialami oleh Stefanus (Kisah Para Rasul 7:59) dan Yakobus bin Zebedeus (Kisah Para Rasul 12:2). Penindasan-penindasan berskala besar dilakukan oleh pemerintah Kekaisaran Romawi, dan pertama kali terjadi pada tahun 64, manakala Kaisar Nero mengambinghitamkan umat Kristen sebagai penyebab peristiwa kebakaran besar di Roma. Menurut tradisi Gereja, pada masa penindasan Kaisar Nero inilah para pemimpin Gereja Perdana, Petrus dan Paulus, wafat sebagai syuhada di Roma.

    Penindasan-penindasan yang lebih luas lagi berlangsung selama masa pemerintahan sembilan Kaisar Romawi berikutnya, dan yang paling gencar terjadi pada masa pemerintahan Kaisar Desius dan Kaisar Dioklesianus. Semenjak tahun 150, para ulama Kristen mulai menghasilkan karya-karya tulis teologi dan apologi untuk membela iman Kristen. Para pujangga ini dikenal dengan sebutan bapa-bapa Gereja, dan kajian atas karya-karya mereka disebut Studi Patristik atau Patrologi. Bapa-bapa Gereja terdahulu yang terkenal antara lain Ignasius dari Antiokhia, Polikarpus, Yustinus Martir, Ireneus, Tertulianus, Klemens dari Aleksandria, dan Origenes.

    Armenia diyakini sebagai negara pertama yang menerima agama Kristen,[5][6][7] manakala Raja Tirdat III menjadikan agama Kristen sebagai agama negara Armenia antara tahun 301 dan 314. Agama Kristen bukanlah agama baru di Armenia kala itu, karena sudah menyebar ke negeri itu selambat-lambatnya sejak abad ke-3, dan mungkin saja sudah hadir lebih awal lagi.[8]

    Akhir dari penindasan bangsa Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Konstantinus (313 M)
     
    Salah satu contoh seni rupa Romawi Timur, mosaik Deisis Gereja Hagia Sofia di Konstantinopel

    Penindasan oleh negara mereda pada abad ke-4, setelah Konstantinus I mengeluarkan maklumat toleransi pada tahun 313. Kala itu, penganut agama Kristen masih merupakan golongan minoritas, mungkin hanya lima persen dari populasi Romawi.[9] Pada 27 Februari 380, Kaisar Teodosius I mengundangkan sebuah hukum yang menetapkan agama Kristen versi Nikea sebagai agama Kristen yang sah dianut di Kekaisaran Romawi.[10] Segera sesudah dijadikan agama negara, agama Kristen tumbuh dengan subur. Gereja menerima banyak sumbangan dari orang-orang kaya hingga mampu membeli tanah.[11] Selambat-lambatnya semenjak abad ke-4, agama Kristen telah berperan penting dalam pembentukan peradaban Dunia Barat.[12]

    Kaisar Konstantinus juga berjasa menyelenggarakan Konsili Nicea yang pertama pada 325, untuk mengusut tuntas bidah Arianisme, dan merumuskan Syahadat Nikea yang hingga kini masih dipakai oleh Gereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur, persekutuan gereja-gereja Anglikan, dan banyak gereja Protestan.[13] Konsili Nikea adalah yang pertama dari serangkaian Konsili Oikumene (sedunia) yang secara resmi merumuskan unsur-unsur teologi Gereja, terutama yang berkaitan dengan Kristologi.[14] Gereja Timur Asiria tidak menerima keputusan Konsili Oikumene yang ketiga berikut keputusan konsili-konsili yang diselenggarakan sesudahnya, dan sampai sekarang masih berdiri sendiri di luar lingkup persekutuan-persekutuan Kristen lainnya.

    Kehadiran agama Kristen di Afrika bermula pada abad pertama Masehi di Mesir, dan pada abad ke-2 di kawasan sekitar Kartago. Penginjil Markus merintis pembentukan Gereja Ortodoks Koptik di Aleksandria pada ca. 43 M.[15][16][17] Tokoh-tokoh Afrika yang telah mempengaruhi perkembangan agama Kristen antara lain Tertulianus, Klemens dari Aleksandria, Origenes dari Aleksandria, Siprianus, Atanasius, dan Agustinus dari Hipo. Di kemudian hari, kemunculan Islam di Afrika Utara menyusutkan ukuran dan jumlah jemaat-jemaat Kristen, serta hanya menyisakan Gereja Koptik di Mesir, Gereja Tewahedo Ortodoks Etiopia di kawasan Tanduk Afrika, dan Gereja Nubia di Sudan (Nobatia, Makuria, dan Alodia).

    Di bidang kemakmuran dan kehidupan berbudaya, Kekaisaran Romawi Timur merupakan salah satu dari puncak-puncak pencapaian dalam sejarah agama Kristen dan peradaban Kristen.[18] Konstantinopel tetap menjadi kota terunggul di seluruh Dunia Kristen dari segi ukuran, kemakmuran, dan budayanya.[19] Di kota ini pula minat terhadap filsafat Yunani klasik bersemi kembali, dan jumlah karya sastra dalam bahasa Yunani semakin bertambah banyak.[20] Kesenian dan kesusastraan Romawi Timur sangat dihargai di Eropa, dan seni rupa Romawi Timur telah meninggalkan kesan yang bertahan sangat lama dalam kebudayaan Dunia Barat.[21]

    Awal Abad Pertengahan

    Dengan runtuhnya Kekaisaran Romawi di Eropa Barat, lembaga kepausan tampil menjadi salah satu pihak yang turut berperan di pentas politik. Kenyataan ini pertama kali terlihat dalam perundingan diplomatik yang dilakukan Sri Paus Leo dengan orang Hun dan orang Vandal.[22] Gereja juga memasuki kurun waktu usaha dakwah dan penambahan umat yang berlangsung lama di tengah-tengah berbagai suku dan kaum di Eropa. Manakala pengikut bidah Kristen Arian menetapkan hukuman mati bagi pelaku penyembahan berhala (lihat Pembantaian Verden sebagai contoh), agama Kristen Katolik justru menyebar di kalangan suku-suku bangsa Jermani,[22] Kelt, Slav, Magyar, dan Balt yang masih memuja berhala. Agama Kristen telah menjadi unsur penting dalam pembentukan peradaban Dunia Barat, setidaknya semenjak abad ke-4.[23][24][12]

    Sekitar tahun 500, Santo Benediktus menyusun aturan biara, dan dengan demikian menghadirkan suatu tatanan regulasi yang berkaitan dengan pendirian dan pengelolaan biara.[22] Monastisisme menjadi kekuatan besar di seluruh Eropa,[22] dan memunculkan banyak pusat pendidikan perdana; yang paling terkenal di antaranya adalah pusat-pusat pendidikan di Irlandia, Skotlandia, dan di Galia, yang turut andil dalam gerakan Pembaharuan Karoling pada abad ke-9.

    Pada abad ke-7, bala tentara Muslim menaklukkan Negeri Syam (termasuk Yerusalem), Afrika Utara, dan Spanyol. Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan bala tentara Musim adalah merosotnya kekuatan Kekaisaran Romawi Timur akibat perang berpuluh-puluh tahun melawan Persia.[25] Semenjak abad ke-8, seiring meningkatnya kekuasaan raja-raja wangsa Karoling, lembaga kepausan mulai mendapatkan dukungan politik yang lebih besar dari Kerajaan orang Franka.[26]

    Pada Abad Pertengahan, terjadi perubahan-perubahan besar dalam Gereja. Paus Gregorius Agung secara dramatis merombak dan menata ulang struktur dan administrasi Gereja.[27] Pada permulaan abad ke-8, umat Kristen terpecah-belah akibat bidah ikonoklasme yang didukung oleh kaisar-kaisar Romawi Timur. Konsili Oikumene Nikea yang kedua pada 787 akhirnya mengeluarkan keputusan yang membenarkan penggunaan ikon oleh umat Kristen.[28] Pada permulaan abad ke-10, monastisisme Kristen di Dunia Barat semakin berkembang berkat usaha-usaha pembaharuan yang dipelopori oleh biara induk tarekat Benediktin di Cluny.[29]

    Hebraisme, sebagaimana Helenisme, merupakan salah satu faktor mahapenting dalam perkembangan peradaban Dunia Barat; agama Yahudi, selaku pendahulu dari agama Kristen, secara tidak langsung banyak memberi sumbangan bagi pembentukan nilai-nilai luhur dan akhlak bangsa-bangsa Barat semenjak agama Kristen menyebar luas di daratan Eropa.[24]

    Puncak dan Akhir Abad Pertengahan
     
    Paus Urbanus II dalam Konsili Clermont mengimbau umat Kristen untuk mengobarkan Perang Salib yang pertama

    Semenjak abad ke-11, sekolah-sekolah katedral yang sudah lama berdiri di Dunia Barat dikembangkan menjadi universitas-universitas (lihat Universitas Oxford, Universitas Paris, dan Universitas Bologna). Universitas-universitas tradisional Abad Pertengahan ini—hasil pengembangan sekolah-sekolah gereja Katolik dan Protestan—selanjutnya membentuk struktur-struktur akademik khusus untuk mendidik mahasiswa dalam jumlah yang lebih besar secara lebih layak agar menjadi tenaga-tenaga profesional. Profesor Walter Rüegg, penyunting buku A History of the University in Europe, mengemukakan bahwa universitas-universitas pada zaman itu hanya mendidik mahasiswa untuk menjadi rohaniwan, ahli hukum, pamong praja, dan tabib.[30]

    Meskipun pada awalnya hanya mengajarkan mata kuliah teologi, universitas-universitas mulai menambahkan mata-mata kuliah lain, seperti ilmu pengobatan, filsafat, dan hukum. Universitas-universitas yang mengajarkan berbagai mata kuliah tambahan ini menjadi cikal bakal dari lembaga-lembaga pendidikan tinggi modern.[31] Pada umumnya universitas dianggap sebagai lembaga yang berlatar belakang agama Kristen Abad Pertengahan.[32][33] Sebelum universitas-universitas didirikan, penyelenggara pendidikan tinggi di Eropa selama ratusan tahun adalah sekolah-sekolah katedral atau sekolah-sekolah biara (bahasa Latin: scholae monasticae), tempat para biarawan dan biarawati mengajarkan berbagai mata pelajaran. Sekolah-sekolah yang merupakan para leluhur langsung dari universitas-universitas ini terbukti sudah ada di berbagai tempat semenjak abad ke-6.[34]

    Seiring maraknya pendirian "kota-kota baru" di seluruh Eropa, terbentuk pula tarekat-tarekat fakir Kristen yang membawa keluar cara hidup bakti dari lingkungan biara ke tengah-tengah lingkungan perkotaan. Dua tarekat fakir yang paling menonjol adalah Tarekat Fransiskan yang didirikan oleh Santo Fransiskus,[35] dan Tarekat Dominikan yang didirikan oleh Santo Dominikus.[36] Kedua tarekat ini sangat berjasa bagi tumbuh kembangnya universitas-universitas besar di Eropa. Tarekat baru lainnya adalah Tarekat Sistersien yang membangun biara-biara besar di daerah-daerah yang belum dihuni orang. Biara-biara Sistersien ini berjasa merintis berdirinya permukiman-permukiman baru. Pada masa itu, gedung-gedung gereja dan seni arsitektur gerejawi meraih capaian-capaian baru, yang berpuncak pada gaya arsitektur Romanik dan Gothik, serta katedral-katedral megah di Eropa.[37]

    Sejak tahun 1095, yakni pada masa pontifikat Paus Urbanus II, Perang Salib dikobarkan.[38] Perang Salib adalah serangkaian aksi militer di Tanah Suci dan di tempat-tempat lain, yang dilancarkan sebagai tanggapan atas permohonan bantuan yang diajukan Kaisar Romawi Timur, Aleksios I, untuk melawan usaha perluasan wilayah yang dilakukan oleh bangsa Turki. Perang Salib pada akhirnya gagal membendung agresi Islam, bahkan menjadi penyebab timbulnya rasa permusuhan di kalangan umat Kristen sendiri setelah kota Konstantinopel dijarah bala tentara Kristen dari Eropa Barat semasa Perang Salib yang ke-4.[39]

    Dari abad ke-7 sampai abad ke-13, umat Kristen di Dunia Barat dan umat Kristen di Dunia Timur lambat laun terasing satu sama lain. Keterasingan ini bermuara pada skisma yang memecah-belah umat Kristen menjadi Gereja cabang barat, yakni Gereja Katolik,[40] dan Gereja cabang timur (sebagian besar adalah Kristen Yunani), yakni Gereja Ortodoks. Dua Gereja ini berselisih pendapat mengenai sejumlah isu seputar tadbir, liturgi, dan doktrin, terutama isu keutamaan yurisdiksi Sri Paus.[41][42] Konsili Lyon II pada 1274, dan Konsili Firenze pada 1439 berusaha mempersatukan kembali kedua Gereja ini, akan tetapi Gereja Ortodoks menolak memberlakukan putusan-putusan Konsili Lyon maupun Konsili Firenze, sehingga kedua Gereja masih tetap terpisah sampai sekarang. Meskipun demikian, Gereja Katolik telah berhasil memulihkan persatuan dengan sejumlah Gereja Timur yang lebih kecil.

    Mulai sekitar tahun 1184, sesudah Perang Salib melawan bidah Katarisme,[43] berbagai lembaga peradilan, yang secara umum disebut Inkuisisi, dibentuk dengan tujuan memberantas bidah serta menjaga kesatuan agama dan doktrin Kristen melalui konversi agama dan gugatan hukum.[44]

    Reformasi Protestan dan Kontra Reformasi
     
    Martin Luther mengawali gerakan Reformasi Protestan pada 1517 dengan mencetuskan 95 dalil yang menggugat keabsahan tafsir Alkitab Gereja Katolik.
     
    Pietà karya Michelangelo di Basilika Santo Petrus. Gereja Katolik adalah salah satu pelindung gerakan Abad Pembaharuan.[45][46][47]

    Semangat Pembaharuan pada abad ke-15 menghidupkan kembali minat orang pada khazanah ilmu pengetahuan peninggalan Abad Kuno. Skisma besar lainnya, yakni Reformasi Protestan, memecah-belah umat Kristen di Dunia Barat menjadi beberapa aliran.[48] Pada 1517, Martin Luther memprotes penjualan indulgensi (anugerah penghapusan ganjaran dosa) dan tak seberapa lama kemudian mulai menafikan sejumlah pokok penting dalam doktrin Gereja Katolik.[49]

    Tokoh-tokoh Reformasi Protestan lainnya seperti Hulderikus Zwingli, Yohanes Oecolampadius, Yohanes Kalvin, Yohanes Knox, dan Yakobus Arminius bertindak lebih jauh lagi dengan mengecam ajaran dan peribadatan Katolik. Penentangan-penentangan terhadap Gereja Katolik ini berkembang menjadi sebuah gerakan bernama Protestantisme yang menafikan keutamaan Sri Paus, peranan Tradisi Suci, Tujuh Sakramen, serta berbagai doktrin dan praktik lainnya.[49] Gerakan Reformasi Protestan di Inggris bermula pada 1534, manakala Raja Henry VIII dipermaklumkan sebagai Kepala Gereja Inggris. Mulai dari tahun 1536, biara-biara di seluruh Inggris, Wales, dan Irlandia dibubarkan.[50]

    Tomas Müntzer, Andreas Karlstadt, dan sejumlah teolog lainnya beranggapan bahwa baik Gereja Katolik maupun aliran-aliran Reformasi Magisterial sudah menyimpang dari kebenaran. Para teolog ini memprakarsai gerakan Reformasi Radikal yang melahirkan berbagai denominasi Anabaptis.

    Gereja Katolik menanggapi gerakan Reformasi Protestan dengan melakukan serangkaian upaya perombakan dan pembaharuan internal yang disebut Kontra Reformasi atau Reformasi Katolik.[51] Konsili Trento menjelaskan dan menegaskan kembali doktrin Gereja Katolik. Selama abad-abad berikutnya, persaingan antara agama Kristen Katolik dan agama Kristen Protestan dicampuradukkan dengan perjuangan politik negara-negara Eropa.[52]

    Sementara itu, penemuan Amerika oleh Kristoforus Kolumbus pada 1492 menimbulkan suatu gelombang kegiatan dakwah yang baru. Berkat semangat baru untuk berdakwah ini, meskipun seiring sejalan dengan usaha perluasan wilayah jajahan oleh negara-negara kuat di Eropa, agama Kristen menyebar ke Amerika, Oseania, Asia Timur, dan Afrika Sub-Sahara.

    Di seluruh Eropa, perpecahan yang ditimbulkan oleh Reformasi Protestan bermuara pada maraknya aksi kekerasan bermotif agama dan pembentukan gereja-gereja negara yang berdiri sendiri-sendiri. Aliran Lutheran menyebar ke kawasan utara, tengah, dan timur dari wilayah negara Jerman, Livonia, dan Skandinavia. Aliran Anglikan terbentuk di Inggris pada 1534. Aliran Kalvinis dan beragam pecahannya (misalnya Aliran Presbiterian) menyebar di Skotlandia, Negeri Belanda, Hongaria, Swiss, dan Prancis. Alitan Arminian mendapatkan pengikut di Belanda dan Frisia. Semua perbedaan ini pada akhirnya menimbulkan sengketa-sengketa yang dipicu oleh masalah agama. Perang Tiga Puluh Tahun, Perang Saudara Inggris, dan Perang Agama Prancis merupakan contoh-contoh yang paling menonjol. Peristiwa-peristiwa semacam ini memanaskan perdebatan di kalangan umat Kristen seputar persekusi dan toleransi.[53]

    Pasca-Pencerahan
     
    Citra Bunda Maria dan Kanak-Kanak Yesus dalam sebuah gambar cukil kayu Kakure Kirisyitan abad ke-19 di Jepang

    Pada era yang terkenal dengan sebutan Penyimpangan Besar, manakala Abad Pencerahan dan Revolusi Ilmiah di Dunia Barat menimbulkan perubahan-perubahan besar di bidang kemasyarakatan, agama Kristen dihadapkan pada berbagai macam bentuk skeptisisme dan ideologi-ideologi politik modern tertentu seperti sosialisme dan liberalisme.[54] Agama Kristen ditentang dalam berbagai macam peristiwa yang berkisar dari sekadar aksi antiklerikalisme sampai luapan aksi kekerasan semisal aksi dekristenisasi saat berlangsungnya Revolusi Prancis,[55] Perang Saudara Spanyol, dan gerakan-gerakan Marxis tertentu, khususnya Revolusi Rusia dan penindasan umat Kristen di Uni Soviet oleh rezim ateis.[56][57][58][59]

    Perkembangan yang sangat pesat di Eropa kala itu adalah pembentukan negara-negara bangsa selepas era Napoleon. Di seluruh negara Eropa, berbagai macam denominasi Kristen sadar sedang terlibat dalam kancah persaingan, pada taraf tinggi maupun rendah, antara satu sama lain maupun dengan negara. Variabel-variabel dalam persaingan ini adalah ukuran nisbi dari denominasi-denominasi serta orientasi keagamaan, politik, dan ideologi dari negara. Urs Altermatt dari Universitas Fribourg, yang secara khusus mencermati agama Kristen katolik di Eropa, berhasil mengidentifikasi empat ragam kehidupan berbangsa di Eropa. Di negeri-negeri yang mayoritas warganya turun-temurun memeluk agama Kristen Katolik seperti Belgia, Spanyol, dan sampai taraf tertentu juga Austria, komunitas-komunitas keagamaan dan kebangsaan kurang lebih identik. Simbiosis dan pemisahan budaya didapati di Polandia, Irlandia, dan Swiss, yakni negeri-negeri dengan denominasi-denominasi yang saling bersaing. Persaingan didapati di Jerman, Belanda, dan juga di Swiss, yakni negara-negara dengan populasi Katolik minoritas yang kurang lebih bangga menjadi anak bangsa dari negeri yang ditinggalinya. Yang terakhir, pemisahan antara agama (khususnya agama Kristen Katolik) dan negara didapati dalam taraf yang tinggi di Prancis dan Italia, yakni di negeri-negeri tempat negara secara aktif menentang kewenangan Gereja Katolik.[60]

    Gabungan faktor-faktor pembentukan negara-negara bangsa dan ultramontanisme, khususnya di Jerman dan Belanda, juga di Inggris (dalam taraf yang jauh lebih rendah[61]), sering kali memaksa gereja-gereja, organisasi-organisasi, dan anggota-anggota jemaat Katolik untuk memilih antara tunduk pada tuntutan-tuntutan kebangsaan dari negara atau tunduk pada kewenangan Gereja, teristimewa pada kewenangan lembaga kepausan. Permasalahan ini mengemuka dalam Konsili Vatikan Pertama, dan juga menjadi sebab langsung dari Kulturkampf (pergolakan budaya) di Jerman, manakala kubu liberal dan Protestan di bawah pimpinan Otto von Bismarck berhasil mengundangkan berbagai macam peraturan yang sungguh-sungguh membatasi keleluasaan Gereja Katolik dalam berekspresi dan berorganisasi.

    Ketaatan beragama umat Kristen di Eropa merosot seiring munculnya modernitas dan sekularisme di benua itu,[62] khususnya di Republik Ceko dan Estonia,[63] sementara ketaatan beragama di Amerika pada umumnya tinggi jika dibandingkan dengan Eropa. Pada penghujung abad ke-20, terjadi peralihan jumlah umat Kristen yang taat beragama dari Eropa dan Amerika ke negara-negara Dunia Ketiga, dan belahan bumi selatan pada umumnya. Peradaban Dunia Barat akhirnya tak lagi menjadi pengusung utama panji-panji agama Kristen.

    Beberapa kelompok masyarakat Eropa (termasuk yang di perantauan), masyarakat-masyarakat pribumi Amerika, dan masyarakat-masyarakat pribumi di benua-benua lainnya telah menghidupkan kembali agama-agama aslinya masing-masing. Sekitar 7,1 sampai 10% dari orang Arab adalah umat Kristen,[64] sebagian besar di antaranya bermukim di Mesir, Suriah, dan Lebanon.

    Agama Kristen di Indonesia Pra-Penjajahan Belanda

    Menurut sebuah naskah Kristen Mesir dari abad ke-12, ada sebuah gereja yang dibangun di Barus, bandar niaga di kawasan pesisir barat Sumatra Utara. Bandar ini diketahui sering dikunjungi oleh saudagar-saudagar India, sehingga gereja di Barus mungkin saja memiliki hubungan dengan umat Kristen Santo Tomas di India.[65]

    Setelah berhasil menguasai bandar Goa di India pada 1510 dan merebut bandar Malaka di Semenanjung Malaya pada 1511, para pelaut Portugis melanjutkan pelayaran niaganya ke berbagai pelosok kepulauan Nusantara. Pemimpin-pemimpin orang Makassar di kawasan selatan Pulau Sulawesi beberapa kali mengungkapkan ketertarikan mereka terhadap agama Kristen pada abad ke-16. Permintaan tenaga misionaris Katolik ke Malaka tidak kunjung dikabulkan, mungkin karena ketiadaan rempah-rempah di daerah ini, dan masyarakat di kawasan selatan Pulau Sulawesi akhirnya memeluk agama Islam semenjak 1605.[66] Setelah para saudagar Portugis dianugerahi hak monopoli niaga cengkih dari Sultan Ternate, komunitas Kristen Katolik pertama di kepulauan Nusantara akhirnya terbentuk di Halmahera pada 1534. Melalui jalur niaga kayu cendana antara Malaka dan Pulau Timor, saudagar-saudagar Portugis berhasil menyebarkan agama Kristen Katolik di Pulau Solor, Pulau Timor, dan Pulau Flores. Pada 1562, para misionaris Dominikan datang dari Malaka dan mendirikan sebuah gereja di Flores.[67] Manado dijadikan pangkalan pertahanan Portugis dalam rangka menghadapi sepak terjang Kesultanan Ternate. Para misionaris Portugis mendakwahkan agama Kristen di kawasan utara Pulau Sulawesi antara 1563 dan 1570, namun daerah misi ini akhirnya ditinggalkan ketika orang-orang Portugis diserang bertubi-tubi selepas peristiwa pembunuhan Sultan Hairun di Ternate.[68]

    Zaman Penjajahan Belanda
     
    Gereja Katedral Keuskupan Agung Jakarta

    Setelah mengalahkan Portugis pada 1605, Bangsa Belanda mengusir para misionaris Katolik.[69] Kompeni Belanda menaklukkan dan menduduki Ambon pada 1605. Warga Kristen Katolik di Ambon, Manado, dan Kepulauan Sangihe-Talaud dipaksa beralih keyakinan menjadi Protestan. Pada 1613, Solor jatuh ke tangan Belanda sehingga kegiatan misi Katolik meredup di Pulau Flores dan Pulau Timor, meskipun kedua pulau ini masih dikuasai bangsa Portugis.[70]

    Agama Kristen Protestan masuk ke Nusantara pada zaman penjajahan Belanda. Pada pertengahan era 1700-an, sudah ada jemaat Lutheran dalam jumlah yang signifikan di Jakarta dengan sebuah gedung gereja Lutheran yang dibangun oleh Gubernur Jenderal penganut aliran Lutheran, Gustaaf Willem van Imhoff, pada 1749.[71]

    Umat Kristen Katolik baru diberi kebebasan untuk beribadat di wilayah Hindia Belanda oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels pada 1808. Kebijakan ini lebih ditujukan bagi kepentingan umat Kristen Katolik berkebangsaan Eropa, karena Gubernur Jenderal Daendels memerintah Hindia Belanda di bawah rezim Prancis, negara penganut agama Kristen Katolik. Kebebasan beribadah bagi umat Katolik ini dikukuhkan oleh Thomas Raffles.

    Pada 1817, pemerintah kolonial Belanda mendirikan Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie (Gereja Protestan di Hindia Belanda) atau Indische Kerk (Gereja Hindia) untuk mewadahi denominasi-denominasi Gereformeerd (Kalvinis), Lutheran, Baptis, Arminian, dan Menonit.[72] Dengan maklumat tanggal 11 Desember 1835, Raja Belanda, Willem I, menitahkan penyatuan seluruh denominasi Lutheran dan Kalvinis (baru terwujud pada 1854), serta pembentukan majelis gereja tunggal untuk mengawasi seluruh denominasi Kristen Protestan di Hindia Belanda (terwujud pada 1844).[73]

    Pasca-Penjajahan Belanda

    Setelah Indonesia Merdeka, agama Kristen (Katolik maupun Protestan) terus bertumbuh sekalipun bangsa Belanda maupun bangsa-bangsa Eropa lainnya diusir dari Indonesia. Agama Kristen tumbuh sangat pesat selepas pemakzulan Presiden Sukarno pada 1965. Pelarangan terhadap komunisme dan kebijakan-kebijakan anti-Konfusianisme yang dikeluarkan oleh rezim Orde Baru mengakibatkan orang berbondong-bondong (sebagian besar adalah orang Tionghoa) memeluk agama Kristen.[69]

    Sejak akhir abad ke-20 sampai dengan awal abad ke-21, banyak misionaris dari Amerika Serikat yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan aliran Injili dan Pentakosta. Aliran-aliran yang sering kali disebut "karismatik" ini merupakan aliran-aliran yang dianggap "modern" karena menggabungkan keyakinan Kristen tradisional dengan pola pikir modern.[74]


    Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "note", tapi tidak ditemukan tag <references group="note"/> yang berkaitan

    ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Robinson ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Esler ^ Rennie, Bryan. "Zoroastrianism: The Iranian Roots of Christianity".  ^ Bowker, John (1997). World Religions: The Great Faiths Explored & Explained. London: Dorling Kindersley Limited. hlm. 13. ISBN 0-7894-1439-2.  ^ Gill, N.S. "Which Nation First Adopted Christianity?". About.com. Diakses tanggal 8 Oktober 2011. Armenia dianggap sebagai negara pertama yang menerima agama Kristen sebagai agama negara yang menurut tarikh tradisional terjadi pada ca. 301 M.  ^ "The World Factbook: Armenia". CIA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-07-19. Diakses tanggal 8 Oktober 2011.  ^ Brunner, Borgna (2006). Time Almanac with Information Please 2007. New York: Time Home Entertainment. hlm. 685. ISBN 978-1-933405-49-0.  ^ Theo Maarten van Lint (2009). "The Formation of Armenian Identity in the First Millenium". Church History and Religious Culture. 89 (1/3,): 269.  ^ Chidester, David (2000). Christianity: A Global History. HarperOne. hlm. 91.  ^ Undang-Undang Teodosius XVI.i.2, in: Bettenson. Documents of the Christian Church. Hlm. 31. ^ Burbank, Jane; Copper, Frederick (2010). Empires in World History: Power and the Politics of Difference. Princeton: Princeton University Press. hlm. 64.  ^ a b Orlandis, A Short History of the Catholic Church (1993), preface. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama UMC—Our Common Heritage as Christians ^ McManners, Oxford Illustrated History of Christianity, hlm. 37f. ^ Eusebius dari Kaisarea, penulis Sejarah Gereja pada abad ke-4 meriwayatkan bahwa Santo Markus datang ke Mesir pada tahun pertama atau tahun ketiga masa pemerintahan Kaisar Kaludius, yaitu pada tahun 41 atau 43 M. "Two Thousand years of Coptic Christianity" Otto F.A. Meinardus hlm. 28. ^ Neil Lettinga. "A History of the Christian Church in Western North Africa". Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 Juli 2001.  ^ "Allaboutreligion.org". Allaboutreligion.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 November 2010. Diakses tanggal 19 November 2010.  ^ Cameron 2006, hlm. 42. ^ Cameron 2006, hlm. 47. ^ Browning 1992, hlm. 198–208. ^ Browning 1992, hlm. 218. ^ a b c d Gonzalez, The Story of Christianity, hlmn. 238–42. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Cambridge University Historical Series ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Caltron J.H Hayas ^ Mullin, 2008, hlm. 88. ^ Mullin, 2008, hlm. 93–4. ^ Gonzalez, The Story of Christianity, hlmn. 244–47. ^ Gonzalez, The Story of Christianity, hlm. 260. ^ Gonzalez, The Story of Christianity, hlmn. 278–81. ^ Rudy, The Universities of Europe, 1100–1914, hlm. 40 ^ Gonzalez, The Story of Christianity, hlmn. 305, 312, 314f.. ^ Rüegg, Walter: "Foreword. The University as a European Institution", dalam: A History of the University in Europe. Jld. 1: Universities in the Middle Ages, Cambridge University Press, 1992, ISBN 0-521-36105-2, hlmn. XIX–XX ^ Verger, Jacques (1999). Culture, enseignement et société en Occident aux XIIe et XIIIe siècles (dalam bahasa French) (edisi ke-ke-1). Presses universitaires de Rennes in Rennes. ISBN 286847344X. Diakses tanggal 17 Juni 2014.  ^ Riché, Pierre (1978): "Education and Culture in the Barbarian West: From the Sixth through the Eighth Century", Columbia: University of South Carolina Press, ISBN 0-87249-376-8, hlmn. 126–127, 282–298 ^ Gonzalez, The Story of Christianity, hlmn. 303–07, 310f., 384–86. ^ Gonzalez, The Story of Christianity, hlmn. 305, 310f., 316f. ^ Gonzalez, The Story of Christianity, hlmn. 321–23, 365f. ^ Gonzalez, The Story of Christianity, hlmn. 292–300. ^ Riley-Smith. The Oxford History of the Crusades. ^ Gereja Barat kala itu disebut Gereja Latin oleh umat Kristen Timur dan umat non-Kristen karena Gereja Barat melaksanakan ibadat dan mengerjakan urusannya dengan menggunakan bahasa Latin ^ "The Great Schism: The Estrangement of Eastern and Western Christendom". Orthodox Information Centre. Diakses tanggal 26 Mei 2007.  ^ Duffy, Saints and Sinners (1997), hlm. 91 ^ Gonzalez, The Story of Christianity, hlmn. 300, 304–05. ^ Gonzalez, The Story of Christianity, hlmn. 310, 383, 385, 391. ^ National Geographic, 254. ^ Jensen, De Lamar (1992), Renaissance Europe, ISBN 0-395-88947-2 ^ Levey, Michael (1967). Early Renaissance. Penguin Books.  ^ Simon. Great Ages of Man: The Reformation. hlm. 7. ^ a b Simon. Great Ages of Man: The Reformation. hlmn. 39, 55–61. ^ Schama. A History of Britain. hlmn. 306–10. ^ Bokenkotter, A Concise History of the Catholic Church, hlmn. 242–44. ^ Simon. Great Ages of Man: The Reformation. hlmn. 109–120. ^ Sekilas pandangan umum mengenai diskusi Inggris terdapat dalam karya tulis Coffey, Persecution and Toleration in Protestant England 1558–1689. ^ Novak, Michael (1988). Catholic social thought and liberal institutions: Freedom with justice. Transaction. hlm. 63. ISBN 978-0-88738-763-0.  ^ Mortimer Chambers, The Western Experience (Jld. 2) bab 21. ^ Religion and the State in Russia and China: Suppression, Survival, and Revival, by Christopher Marsh, halaman 47. Continuum International Publishing Group, 2011. ^ Inside Central Asia: A Political and Cultural History, by Dilip Hiro. Penguin, 2009. ^ Adappur, Abraham (2000). Religion and the Cultural Crisis in India and the West (dalam bahasa English). Intercultural Publications. ISBN 978-81-85574-47-9. Konversi Paksa di Bawah Rezim Ateis: Dapat ditambahkan pula bahwa sebagian besar contoh "konversi" pada zaman modern bukanlah hasil usaha suatu negara teokratis, melainkan suatu pemerintah yang mengaku ateis — yakni pemerintah Uni Soviet yang diperintah oleh kaum komunis.  ^ Geoffrey Blainey; A Short History of Christianity; Viking; 2011; hlm.494" ^ Altermatt, Urs (2007). "Katholizismus und Nation: Vier Modelle in europäisch-vergleichender Perspektive". Dalam Urs Altermatt, Franziska Metzger. Religion und Nation: Katholizismen im Europa des 19. und 20. Jahrhundert (dalam bahasa German). Kohlhammer. hlm. 15–34. ISBN 978-3-17-019977-4.  ^ Heimann, Mary (1995). Catholic Devotion in Victorian England. Clarendon Press. hlm. 165–73. ISBN 0-19-820597-X.  ^ "Religion may become extinct in nine nations, study says". BBC News. 22 Maret 2011.  ^ "図録▽世界各国の宗教". .ttcn.ne.jp. Diakses tanggal 17 Agustus 2012.  ^ Fargues, Philippe (1998). "A Demographic Perspective". Dalam Pacini, Andrea. Christian Communities in the Middle East. Oxford University Press. ISBN 0-19-829388-7.  ^ Adolf Heuken. Ensiklopedi Gereja (2005). Lihat pula Adolf Heuken, "Bab I: Christianity in Pre-Colonial Indonesia", dalam A History of Christianity in Indonesia, penyunting Jan Aritonang dan Karel Steenbrink, hlmn. 3–7, Leiden/Boston: Brill, 2008, ISBN 978-90-04-17026-1 ^ History of Christianity in Indonesia. hlmn. 59–62 ^ History of Christianity in Indonesia. Bab IV ^ History of Christianity in Indonesia. hlmn. 62–68 ^ a b "U.S. Library of Congress' Country Studies of Indonesia". cuntrystudies.us. Diakses tanggal 2011-03-02.  ^ Robert Cribb, Historical Atlas of Indonesia (2000:48) ^ Aritonang, Jan Sihar; Steenbrink, Karel, ed. (2008), A history of Christianity in Indonesia, Leiden, The Netherlands: Koninklijke Brill NV, hlm. 122–123, ISBN 978-90-04-17026-1, diakses tanggal 30 November 2010  ^ Aritonang, Jan Sihar; Steenbrink, Karel, ed. (2008), A history of Christianity in Indonesia, Leiden, The Netherlands: Koninklijke Brill NV, hlm. 384, ISBN 978-90-04-17026-1, diakses tanggal 30 November 2010  ^ Aritonang, Jan Sihar; Steenbrink, Karel, ed. (2008), A history of Christianity in Indonesia, Leiden, The Netherlands: Koninklijke Brill NV, hlm. 647, ISBN 978-90-04-17026-1, diakses tanggal 30 November 2010  ^ "A History of Christianity in Indonesia". icrs.ugm.ac.id. Diakses tanggal 2011-03-02. 
    Read less

Where can you sleep near Kekristenan ?

Booking.com
490.261 visits in total, 9.200 Points of interest, 404 Destinations, 29 visits today.